MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN BIOLOGI DAN BIOETIKA
KRITERIA KEMATIAN
Disusun oleh:
PRATIWI
8116174011
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Biologi dan Bioetika yang diasuh oleh:
Dr. Syahmi Edi, M.Si
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian kematian
Kematian adalah suatu tragedi kehidupan yang paling mengenaskan bagi umat manusia. Diperkirakan, dalam tiap-tiap hari ada sekitar dua ratus ribu orang yang mati di dunia ini. Kematian tidak hanya mencengkeram mereka yang lanjut usia. Bahkan bayi yang belum lahir pun, yang masih dalam kandungan ibunya, tidak luput dari sorotannya. Kematian tidak pernah pandang bulu; tua muda, besar kecil, kaya miskin, kuasa lemah, mulia hina, pandai bodoh, terpandang ternista, dan lain sebagainya. Karena sedemikian kuat hasrat hidup, kecintaan serta kemelekatan pada kehidupan dan karena naluri perjuangan untuk mempertahankan kehidupan (struggle for survival). (Menguak misteri kematian,1999)
Kematian adalah suatu peristiwa yang kerap terjadi di sekeliling kita. Namun, sedikit sekali di antara kita ada yang mau merenungkannya secara mendalam. Kebanyakan orang cenderung menganggap kematian (yang menimpa makhluk lain) sebagai suatu ‘mimpi buruk’ yang perlu segera dilupakan. Kematian dipandang sebagai momok menakutkan yang layak dihindari, dijauhkan dari pikiran; bukan sebagai suatu kenyataan yang patut dihadapi, disadari dengan kematangan batin. Mereka takut membayangkan bahwa suatu waktu nanti, cepat atau lambat, mereka pun tidak terlepas dari cengkeraman kematian. Sesungguhnya, perasaan takut terhadap kematian itu jauh lebih buruk daripada kematian itu sendiri. Ini menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan. Ketakutan timbul karena kurangnya pengetahuan serta pemahaman yang benar. (Menguak misteri kematian,1999)
1.2. Konsep Kematian Menurut Filsafat
Dalam sejarah filsafat dualisme antara jiwa dan tubuh dikembangkan oleh Plato (429-347 S.M), seorang murid Socrates dan pendiri gimnasium yang dinamai ”Academi”. Plato menekankan bahwa yang rohani mempunyai prioritas terhadap yang jasmani. Jiwa berlainan dengan tubuh. Jiwa dapat dibagi atas tiga fungsi: epithmia (keinginan), thymos (energik) dan sebagai puncaknya logos (rasional). Sebelum seseorang dilahirkan, ia sudah berada sebagai jiwa murni dan hidup di kawasan lebih tinggi, di mana ia dapat memandang suatu dunia rohani. Di dunia rohani itu, jiwa menikmati pengetahuan mengenai ide-ide dalam dalam cara hidup kontemplatif. Di dunia rohani, jiwa sejak dahulu sudah ada, dan karena itu jiwa itu baka. Jiwa hendaknya dipandang bukan seperti ia menampakkan diri dalam kenyataan (bertalian dengan tubuh), melainkan dalam kemurniannya, tanpa dicemarkan oleh tubuh. Dengan demikian kematian dapat dianggap sebagai pengungsian penuh gembira dari tubuh. Bila tubuh musnah, jiwa hidup terus. Kelahiran menyebabkan jiwa manusia terkurung dalam tubuh. Tubuh adalah penghalang bagi jiwa yang selalu bergerak. Karenanya manusia harus melepaskan diri dari tubuh dengan cara melayangkan pandangannya pada realitas yang ideal melalui filsafat. Filsafat sebagai latihan dalam melepaskan ikatan-ikatan jiwa dan persiapan akan kematian. Dengan demikian filsafat sebagai hasrat akan kebijaksanaan menjadi juga suatu jalan keselamatan.
Makna kematian menurut beberapa filsuf menarik untuk dikaji. Kematian sendiri dapat dipahami dari pandangan Agama, baik agama Abrahamistik maupn bukan. Sementara kematian itu sendiri masih merupakan misteri besar kemanusian. Di bawah ini ringkasan dari kuliah Filsafat Kemanusian, dan merupakan sari dari kuliah Romo Sastrapratedja.
Theodosius Dobzansky mengatakan bahwa kelihatannya kematian seekor hewan dan manusia secara lahiriah sama. Bagi keduanya, penyakit, luka atau usia tua tidak memampukan organisme, sehingga hidupnya berakhir. Tetapi ada perbedaan yang penting – manusia mengetahui bahwa ia akan mati dan ia menghayati hidup seraya mengadapi maut.
Martin Heidegger (1889–1976). Masalah kematian dianalisa oleh Martin Heidegger dalam Sein und Zeit (Being and Time). RefleksiHeidegger mengenai kematian dikaitkan dengan keotentikan eksistensi manusia dan ditunjukan untuk mengungkapkan keterbukaan manusia pada Ada (Sein). Maut yang tak terhindarkan telah tertanam sejak awal dalam struktur ontologis eksistensi. Setiap bayi lahir sudah berada di jalan kematian. Eksistensi manusia dapat didefinisikan sebagai Sein-zum-Tode, ada–menuju-kematian. Heidegger melihat peran positif dari kematian. Heidegger mengajarkan justru kematian yang memungkinkan kehidupan memiliki makna.
JP Sartre (1905 – 1980) mengatakan : ”Kematian menyingkirkan semua makna dari kehidupan”. Bagi Sartre kematian tak dapat diangkat dengan diintegrasikan dalam perencanaan eksistesial manusia. Dalam arti itu kematian bukanlah dimensi konstitutif eksistensi. Garis hidup manusia tidak dapat dikatakan sebagai perjalanan menuju kematian, apalagi sebagai penantian (Erwaten)kematian. Paling-paling manusia hanya menunggu fakta bahwa ia harus mati, tetapi tidak pernah mengharapkan kematian. Setiap orang menemukan dirinya dalam kondisi yang sama yaitu ”terkutuk” untuk mati.
Albert Camus (1913 – 1960) mengatakan kematian akan tampak sebagai alienasi fundamental eksistensi manusia. Camus menolak ”salto” ke dalam agama, karena itu berarti mencari alibi untuk tidak melibatkan diri. Lalu apa yang masih bisa dilakukan dihadapan kematian? Berusahalah bila mungkin untuk hidup tanpa pengharapan, tetapi tanpa jatuh dalam keputusasaan radikal.
Marxisme. Beberapa Marxist kontemporer, seperti Roger Garaudy menekankan nilai edukatif dari kematian. Kematian mengajarkan bahwa hidup manusia tidak terletak dalam ”memiliki”, karena kematian menghapus segala kepemilikan personal dan segala milik pribadi.
Levinas. Menurut Levinas kematian mengajak manusia untuk meneruskan kehidupannya sendiri dan cinta kasih kepada sang anak. Anak adalah manusia yang besar yang lebih dari karya materiil dan kebudayaan.
Teilhard de Cardin, menilai bahwa melalui evolusi akhirnya menyiapkan kehadiran manusia di dunia sebagai manusia yang bebas dan spiritual. Adalah absurd bila dunia akan kembali kepada tahap ketidaksadaran; manusia akan kehilangan motivasi bila ia akan lenyap tanpa meninggalkan bekas. Harus ada yang berlangsung terus, yaitu apa yang telah tercapai dengan kemajuan evolusi yaitu pribadi manusia yang sipiritual.
Karl Rahner. Karl Rahner mengatakan badan manusia merupakan dimensi esensial bagi manusia dan karena kondisi kebadanannya itu manusia dapat membangun hubungan dengan dunia. Setelah terputus hubungannya dengan badan, jiwa memiliki hubungan dengan “materi prima” (yaitu prinsip metafisik dari kejasmanian), tidak menjadi akosmik (tanpa hubungan dengan kosmos), sebaliknya jiwa malahan memiliki hubungan lebih luas dengan dunia (pankosmik).
Pendapat filsof yang menarik tentang kematian adalah filsof Martin Heidegger (1889 – 1976). Hal yang menarik yang dikemukakanMartin Heidegger tentang kematian antara lain:
1) Heidegger membedakan kematian pada manusia dan hewan dan mengusulkan agar digunakan istilah yang berbeda. Akhir hidup seekor hewan adalah “kemusnahan” (verenden), sedangkan kematian hanya mengenai manusia.
2) Kematian adalah faktor asasi dalam eksistensi manusia yang terbatas. Heidegger mengajak kita untuk hidup dalam antisipasi realistik atas kematian. Dalam menghadapi kematian tak ada orang lain yang berpartisipasi, disitulah manusia menjadi bebas dan otentik.
3) Heidegger tidak bicara absurditas. Ia menolak secara eksplisit bunuh diri. Orang harus menantikan kematian, yaitu mengantisipasi kematian yang tak terelakkan. Hanya dalam kebesaran yang tragis dan sepi dari kematian itulah manusia dapat menemukan dirinya sendiri. Kebebasannya menjadi Freiheit-zum-Tode, kebebasan menuju kematian.
4) Dengan rumusan perspektif Heidegger menuju akhir kehidupan (eskaton), maka hidup akan dihayati dengan ”intensif” dan ”ekstensif”, dalam arti hidup yang tidak dilihat nilainya dari panjangnya umur, tetapi dari makna yang dihayatinya.
5) Kematian dapat mendidik manusia. Yang mendidik bukan kematian in se, kerena kematian mencabut manusia dari dunia dan mengancam makna hidup manusia. Yang mendidik manusia adalah kondisi ”dapat matinya manusia” yang disadari manusia. Yang mendidik manusia bukan pula kesadaran bahwa sesudah mati masih terus ada hidup.
1.3. Konsep Kematian Menurut Ilmu Kedokteran
Penyebab kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu dari tubuh manusia. Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab dapat disebabkan empat faktor:
(1) berhentinya pernafasan,
(2) matinya jaringan otak,
(3) tidak berdenyutnya jantung serta
(4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri.
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi spontan pernafasan/paru-paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka. Manusia dipahami secara holistik atau utuh.
Fakta Tentang Kematian
Peristiwa yang terjadi saat kematian masih menjadi hal misterius bagi banyak orang. Banyak mitos berkembang seputar kejadian yang dialami seseorang menjelang ajalnya tiba misalnya bayang-bayang akan masa lalu atau melihat secercah cahaya putih di ujung suatu terowongan gelap.
Hal seputar kematian sejak lama telah menarik perhatian para ilmuwan. Salah seorang peneliti kematian terkemuka dari Universitas Southampton Inggis, Dr. Sam Parnia, belum lama ini mengungkap beberapa temuan awal dari risetnya tentang kematian.
Bersama rekannya dari New York City's Weill Cornell Medical Center, Parnia memaparkan sejumlah temuan dari eksplorasi biologis mengenai fenomena OBE (out od body experience) atau keluarnya kesadaran dari jasad atau tubuh.
Riset bertajuk AWARE (AWAreness during REsuscitation) ini adalah kolaborasi data penelitan di 25 pusat layanan kesehatan di Eropa, Kanada dan Amerika Serikat. Pada penelitian ini yang akan dilakukan selama tiga tahun ini, Parnia melibatkan 1.500 pasien yang mengalami serangan jantung.
Salah satu poin penting dari temuan Parnia adalah kematian bukanlah sebuah kejadian atau momen yang spesifik. Kematian merupakan sebuah proses yang dimulai dengan terhentinya detak jantung, paru-paru yang lumpuh, kemudian fungsi otak yang sepertinya sedang rehat. Kondisi ini juga dikenal sebagai cardiac arrest atau dari sudut pandang biologis sama dengan kematian klinis.
Petikan wawancara Majalah TIME dengan Parnia untuk menjelaskan Proyek penelitian ttg OBE "Bagaimana teknologi dapat mematahkan persepsi bahwa kematian adalah sebuah momen atau kejadian?"
Saat ini, kami memiliki teknologi yang telah disempurnakan yang dapat membawa seseorang kembali ke kehidupan. Faktanya, ada obat-obatan yang sedang dikembangkan dan yang siapa tahu obat ini dapat dilempar ke pasar. Obat ini dapat memperlambat proses cedera sel-sel otak dan proses kematian. Bayangkan bila Anda bisa mempercepatnya dalam 10 tahun; dan Anda telah memberikan obat luar biasa ini kepada pasien yang jantungnya berhenti.
Apa sebenarnya dapat dilakukan obat ini adalah memperlambat sesuatu yang terjadi dalam satu jam kini bisa berlangsung selama dua hari. Selama pengobatan ini berkembang, kita akan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang etika.
Tetapi apa yang terjadi pada pasien pada saat kematian ? Apa sebenarnya yang tengah terjadi?
Karena minimnya aliran darah, sel-sel seperti menjadi 'gila' demi membuat mereka bisa bertahan hidup. Dalam waktu sekitar 5 menit atau lebih, sel-sel mulai rusak atau berubah. Setelah satu jam atau lebih, kerusakan akan sangat hebat dan kalaupun kita me-restart kembali jantung dan memompa darah, seseorang tidak akan selamat, sebab sel-sel telah banyak berubah. Sel-sel kemudian akan terus berubah dan dalam waktu dua hari tubuh akan membusuk. Oleh karena itu, ini bukanlah sebuah momen atau kejdian.
Karena minimnya aliran darah, sel-sel seperti menjadi 'gila' demi membuat mereka bisa bertahan hidup. Dalam waktu sekitar 5 menit atau lebih, sel-sel mulai rusak atau berubah. Setelah satu jam atau lebih, kerusakan akan sangat hebat dan kalaupun kita me-restart kembali jantung dan memompa darah, seseorang tidak akan selamat, sebab sel-sel telah banyak berubah. Sel-sel kemudian akan terus berubah dan dalam waktu dua hari tubuh akan membusuk. Oleh karena itu, ini bukanlah sebuah momen atau kejdian.
Ini adalah sebuah proses yang sebenarnya dapat dimulai ketika jantung berhenti bekerja dan memuncak ketika semua sel mengalami pembusukan. Walau begitu masalah yang paling penting adalah, apakah yang terjadi pada pikiran seseorang Apa yang terjadi pada pikiran dan kesadaran manusia saat ajal datang? Apakah penghentian mendadak ini terjadi secepat berhentinya jantung? Apakah penghentian aktivitas ini terjadi dalam dua detik pertama atau dua menit pertama? Karena kita tahu bahwa sel-sel akan terus berubah pada saat itu. Apakah itu akan berhenti setelah 10 menit atau satu jam? Pada poin ini kita tidak tahu.
Inilah yang terjadi pada tubuh anda saat anada meningga l:
Sesaat sebelum mati Anda akan merasakan jantung berhenti berdetak, nafas tertahan dan badan bergetar. Anda merasa dingin di telinga. Darah berubah menjadi asam dan tenggorokan berkontraksi.
0 Menit : Kematian secara medis terjadi ketika otak kehabisan supply oksigen.
1 Menit : Darah berubah warna dan otot kehilangan kontraksi, isi kantung kemih keluar
tanpa izin.
3 Menit : Sel-sel otak tewas secara masal. Saat ini otak benar-benar berhenti berpikir.
4 - 5 Menit : Pupil mata membesar dan berselaput. Bola mata mengkerut karena kehilangan
tekanan darah.
7 - 9 Menit : Penghubung ke otak mulai mati, efek yang sama terjadi ketika anda
menyaksikan sinetron.
1 - 4 Jam : Membuat otot kaku dan rambut berdiri, kesannya rambut tetap tumbuh setelah
mati.
4 - 6 Jam : Rigor Mortis * Terus beraksi. Darah yang berkumpul lalu mati dan warna kulit
menghitam.
6 Jam : Otot masih berkontraksi. Proses penghancuran, seperti efek alkohol masih
berjalan.
8 Jam : Suhu tubuh langsung menurun drastis.
24 - 72 Jam : Isi perut membusuk oleh mikroba dan pankreas mulai mencerna dirinya sendiri.
36 - 48 Jam : Rigor Mortis * Berhenti, Tubuh anda selentur penari balerina lagi.
3 - 5 Hari : Pembusukan mengakibatkan luka skala besar, darah menetes keluar dari mulut
dan hidung.
8 - 10 Hari : Warna tubuh berubah dari hijau ke merah sejalan dengan membusuknya darah.
Beberapa Minggu: Rambut, Kuku, Dan Gigi dengan mudahnya terlepas.
Satu Bulan : Kulit Anda mulai mencair
Satu Tahun : Selain tulang-belulang tidak ada lagi yang tersisa dari tubuh anda. Sekarang
Anda adalah saingan Twiggy dan Calista Flockhart.
(Sumber : http://info-unik-dunia.blogspot.com/2010/03/fakta-mengenai-kematian.html)
1.3. Konsep Kematian Menurut Agama Islam
Kematian pada hakikatnya peralihan hidup dari satu alam ke alam lainnya. Para ulama mendefinisikannya sebagai “ketiadaan hidup” atau “antonim dari hidup”. Kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan terminal awal untuk menuju kepada kehidupan selanjutnya. Satu hal yang perlu digaris bawahi, Islam menjelaskan bahwa kematian tidak hanya terjadi sekali, melainkan dua kali. Sebagai sebuah kejadian yang amat misterius, kematian telah menimbulkan perdebatan para pakar. Namun, kesimpulan yang dihasilkan tersebut masih bersifat spekulatif untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali. Pendekatan rasional untuk menguak misteri kematian kelihatannya menemui jalan buntu. Sebab akal memiliki kemampuan yang amat terbatas. Oleh karena itu, penjelasan agama menjadi keniscayaan. Agama memberi penjelasan yang tidak dapat dijelaskan oleh akal. Apa sebenarnya kematian itu? Apa yang akan dialami seseorang setelah kematiannya? Melalui dua pertanyaan itu, penulis akan menjawabnya dengan menggunakan pendekatan al-Qur’an dan Hadis sebagai dua sumber yang paling otoritatif dalam Islam.
Kesan Umum tentang Kematian
- Secara umum dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang kematian bukan sesuatu yang amat menyenangkan. Naluri manusia menyatakan ingin hidup lebih lama. Banyak faktor yang membuat manusia enggan mati. Ada orang yang enggan mati karena tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian. Mungkin saja karena ia menduga bahwa yang dimiliki sekarang jauh lebih baik daripada yang akan didapatinya nanti. Mungkin juga karena membayangkan betapa sulit dan pedihnya pengalaman mati dan hidup sesudah kematian. Mungkin juga karena khawatir memikirkan dan prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan, atau karena tidak mengetahui makna hidup sesudah mati. Alasanalasan tersebut menyebabkan ketakutan dalam menghadapi kematian.
- Manusia melalui nalar dan pengalamannya tidak mampu menjangkau hakikat kematian itu, karena itu kematian dinilai sebagai salah satu keghaiban yang amat besar. Meskipun sesuatu yang masih belum diketahui, kematian menimbulkan sebuah tanda tanya besar bagi setiap orang untuk menyelami misteri yang tersembunyi di dalamnya. Manusia menyaksikan bagaimana kematian tidak memilih usia atau tempat, tidak pula menangguhkan kehadirannya sampai terpenuhi semua keinginannya. Di kalangan sementara orang, kematian menimbulkan kecemasan, apalagi bagi mereka yang memandang bahwa hidup hanya sekali yakni di dunia ini saja. Tidak sedikit pada akhirnya di antara mereka menilai bahwa kehidupan ini merupakan siksaan, dan untuk menghindarkan diri dari siksaan itu mereka menganjurkan untuk melupakan kematian dan menghindari sedapat mungkin segala kecemasan yang ditimbulkannya dengan jalan melakukan apa saja secara bebas tanpa kendali, demi mewujudkan eksistensi manusia. Bukankah kematian akhir dari segala sesuatu? Demikian kilah mereka. Sebenarnya akal dan perasaan manusia pada umumnya enggan menjadikan kehidupan atau eksistensi mereka terbatas pada puluhan tahun saja. Walaupun manusia menyadari bahwa ia harus mati, namun pada umumnya ia menilai bahwa kematian buat manusia bukan berarti kepunahan. Keengganan manusia menilai sebagai kepunahan tercermin antara lain melalui penciptaan berbagai cara untuk menunjukkan eksistensinya. Misalnya, dengan menyediakan kuburan, atau tempat-tempat tersebut dikunjunginya dari saat ke saat sebagai manifestasi dari keyakinannya bahwa yang telah meninggal dunia itu tetap masih hidup walaupun jasad mereka telah tiada. Hubungan antara yang hidup dan yang mati amat berakar pada jiwa manusia. Hal ini tercermin sejak zaman dahulu. Untuk ini, Socrates, Filosof Besar Yunani, sebagaimana dikutip oleh Asy-Syahrastani dalam buku Al-Milal wa AnNihal mengatakan: Ketika aku menemukan kehidupan (duniawi) kutemukan bahwa akhir kehidupan adalah kematian. Namun ketika aku menemukan kematian, aku pun menemukan kehidupan abadi. Karena itu, kita harus prihatin dengan kehidupan (duniawi) dan bergembira dengan kematian. Kita pada hakikatnya hidup untuk mati dan mati untuk hidup kembali.
- Demikian gagasan keabadian hidup manusia hadir bersama manusia sepanjang sejarah kemanusiaan. Socrates adalah salah satu dari sederetan pakar yang berusaha sekuat mungkin untuk menguak misteri kematian itu. Hal itu membuktikan bahwa kematian menempati posisi tersendiri di dalam alam pikiran manusia dalam setiap waktu dan kesempatan. Ungkapan Socrates juga terkesan menjelaskan bahwa di seberang kematian ada kehidupan yang lain.
Manusia menurut ajaran agama Islam adalah makhluk Tuhan Allah. Manusia berada karena diciptakan oleh Allah. Manusia bukan Allah, bukan keturunan Allah, melainkan makhluk yang harus menghambakan diri kepada Allah. Manusia terbagi atas dua unsur yaitu roh/jiwa dan tubuh (jasad). Unsur roh atau jiwa dipahami berasal ”dari atas”, sementara unsur tubuh (jasad) adalah unsur tanah/bumi. Roh atau nyawa manusia adalah zat yang halus, yang pada waktu mati meninggalkan tubuhnya yang kasar itu. Surat Al-Zumar ayat 47 mengambarkan bahwa kematian sama dengan tidur. Lebih lanjut hadis Nabi Muhammad SAW mengatakan : ”Tidur adalah saudara mati. Di surga tidak mati, sehingga tidak pula tidur.” Mati adalah perpisahan roh/jiwa dari jasad. Roh/jiwa tanpa tubuh pada saat kematian akan segera pergi ke alam Barzakh sebelum seseorang dibangkitkan untuk masuk surga atau terjerumus ke neraka. Seseorang yang hidup di alam Barzakh dapat melihat apa yang terjadi pada keluarganya di dunia ini dan dapat pula melihat apa yang menantinya di alam surga atau neraka kelak. Karenanya, Al-Quran mengingatkan agar setiap orang selalu berbuat amal kebaikan selama hidupnya (QS 23:100).
Pandangan Agama tentang Kematian
Agama, khususnya agama-agama samawi, mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari sebuah perjalanan panjang dalam evolusi manusia, dimana selanjutnya ia akan memperoleh kehidupan dengan segala macam kenikmatan atau berbagai ragam siksa dan kenistaan. Kematian dalam agama-agama samawi mempunyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian. Tanpa kematian, manusia tidak akan berpikir tentang apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri menghadapinya. Karena itu, agamaagama menganjurkan manusia untuk berpikir tentang kematian. Rasulullah misalnya bersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan duniawi (kematian)”. Dapat dikatakan bahwa inti ajakan para Nabi dan Rasul setelah kewajiban percaya kepada Tuhan adalah kewajiban percaya akan adanya hidup setelah kematian. Dari Al-Qur’an dapat ditemukan bahwa kehidupan yang dijelaskannya bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Ada kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, jin, dan malaikat, sampai ke tingkat tertinggi yaitu kehidupan Yang Maha Hidup dan Pemberi Kehidupan. Di sisi lain, berulang kali ditekankannya bahwa ada kehidupan di dunia ini dan ada kehidupan di akhirat. Al-Qur’an menyebut kehidupan yang pertama sebagai Al-hayat ad-dunya (kehidupan yang rendah), sedangkan yang kedua dinamainya Al-hayawan (kehidupan yang sempurna). Allah berfirman dalam Surah al-Ankabut/ 29: 64 sebagai berikut: 4
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.
Dijelaskan pula dalam Surah al-Nisa’/ 4: 77 bahwa:
Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
Pada Surah at-Taubah/ 9: 38 juga dijelaskan:
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.
Kehidupan ukhrawi selalu dianggap tidak sempurna, padahal di sanalah diperoleh keadilan sejati yang menjadi dambaan setiap manusia, dan di sanalah diperoleh kenikmatan hidup yang tiada taranya. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesempurnaan itu adalah kematian. Menurut ArRaghib al-Isfahani:
- “Kematian, yang dikenal sebagai berpisahnya ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantarkan manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah perpindahan dari satu negeri ke negeri lainnya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa, “sesungguhnya kalian diciptakan untuk hidup abadi, tetapi kalian harus berpindah dari satu negeri ke negeri (yang lain) sehingga kalian menetap di satu tempat.” Ada beberapa istilah yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan kematian ini, antara lain; al-wafat (wafat), imsak (menahan). Allah berfirman
dalam Surah al-Zumar/ 39: 42 sebagai berikut: Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.
Istilah-istilah itu sebagai salah satu isyarat betapa al-Qur’an menilai kematian sebagai jalan menuju perpindahan ke sebuah tempat dan keadaan yang lebih mulia dan baik dibanding dengan kehidupan dunia. Bukankah kematian adalah wafat yang berarti kesempurnaan serta imsak yang berarti menahan (di sisi-Nya)? Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa kematian untuk menguraikan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia. Dalam Surah al-Baqarah/ 2: 28 Allah berfirman:
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkanNya kembali, kemudian kepadaNyalah kamu dikembalikan?
- Kematian Hanya Ketiadaan Hidup di Dunia
Ayat-Ayat dan Hadis Nabi menunjukkan bahwa kematian bukanlah ketiadaan hidup secara mutlak, tetapi ia adalah ketiadaan hidup di dunia. Dengan kata lain, manusia yang meninggal pada hakikatnya masih tetap hidup di alam lain dan dengan cara yang tidak dapat diketahui sepenuhnya. Dalam Surah Ali-Imran/ 3: 169 Allah berfirman:
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.
Dalam Surah al-Baqarah/ 2: 154 Allah juga berfirman:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Imam Bukhari meriwayatkan melalui sahabat Nabi Al-Bara’ bin Azib, bahwa Rasulullah bersabda ketika putera Beliau Ibrahim meninggal dunia, “Sesungguhnya untuk dia (Ibrahim) ada seseorang yang menyusukannya di Surga”. Ayat dan Hadis Nabi ini menunjukkan bahwa memang kematian adalah ketiadaan hidup untuk sementara di dunia ini, sementara orang-orang yang mengalami kematian itu akan hidup di akhirat kelak.
Mengapa Takut Mati?
Di atas dikemukakan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang merasa cemas dan takut terhadap kematian. Di sini, penulis akan mencoba menguraikan lebih jauh betapa sebagian dari faktor-faktor tersebut pada 7hakikatnya bukan pada tempatnya. Al-Qur’an seperti dikemukakan berusaha menggambarkan bahwa hidup di akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia. Dalam Surah al-Dhuha/ 93: 4 Allah berfirman:
Dan Sesungguhnya hari Kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). Musthafa Al-Kik menulis dalam bukunya Baina Alamain menjelaskan bahwasannya kematian yang dialami oleh manusia dapat berupa kematian mendadak seperti serangan jantung, tabrakan, dan sebagainya, dan dapat juga merupakan kematian normal yang terjadi melalui proses menua secara perlahan. Yang mati mendadak maupun yang normal, kesemuanya mengalami apa yang dinamai sakaratu al-maut (sekarat) yakni semacam hilangnya kesadaran yang diikuti oleh lepasnya ruh dari jasad.
Dalam keadaan mati mendadak, sakarat al-maut itu hanya terjadi beberapa saat singkat, yang mengalaminya akan merasa sangat sakit karena kematian yang dihadapinya ketika itu diibaratkan oleh Nabi Saw. seperti ”duri yang berada dalam kapas, dan yang dicabut dengan keras.” Banyak ulama tafsir menunjuk ayat Wa nazi’at gharqa (Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras)
(QS. An Nazi’at/ 79:1), sebagai isyarat kematian mendadak. Sedang lanjutan ayat surat tersebut yaitu Wan nasyithati nasytha (malaikat-malaikat yang mencabut ruh dengan lemah lembut) sebagai isyarat kepada kematian yang dialami secara perlahan-lahan.
Kematian yang melalui proses lambat itu dan yang dinyatakan oleh ayat di atas sebagai “dicabut dengan lemah lembut”, sama keadaannya dengan proses yang dialami seorang pada saat kantuk sampai dengan tidur. Surat al-Zumar / 39: 42 yang dikutip sebelum ini mendukung pandangan yang mempersamakan mati dengan tidur. Dalam hadis pun diajarkan bahwasannya tidur identik dengan kematian.
8. Pakar tafsir Fakhruddin Ar-Razi, mengomentari surat Al-Zumar/ 39: 42 sebagai berikut:
Yang pasti adalah tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi. Kalau demikian, mati itu sendiri “lezat dan nikmat”, bukankah tidur itu demikian? Tetapi tentu saja ada faktor-faktor ekstern yang dapat menjadikan kematian lebih lezat dari tidur atau menjadikannya amat mengerikan melebihi ngerinya mimpi buruk yang dialami manusia. Faktor-faktor ekstern tersebut muncul dan diakibatkan oleh amal manusia yang diperankannya dalam kehidupan dunia ini. Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menjelaskan bahwa, “Seorang mukmin, saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya kecuali bertemu dengan Tuhan (mati). Berbeda halnya dengan orang kafir yang juga diperlihatkannya kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya daripada bertemu dengan Tuhan.” Dalam Surah Fushilat/ 41: 30 Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". Turunnya malaikat tersebut menurut para pakar tafsir adalah ketika seorang yang sikapnya seperti digambarkan ayat di atas sedang menghadapi 9kematian. Ucapan malaikat, “janganlah kamu merasa takut” adalah untuk menenangkan mereka menghadapi maut. Sedang “janganlah bersedih” adalah untuk menghilangkan kesedihan mereka menyangkut persoalan dunia yang ditinggalkannya seperti, anak, istri, harta, atau hutang. Sebaliknya al-Qur’an mengisyaratkan bahwa keadaan orang-orang kafir ketika menghadapi kematian sulit terlukiskan. Dalam Surah al-Anfal/ 8: 50 Allah berfirman:
Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri).
Di sisi lain, manusia dapat menghibur dirinya dalam menghadapi kematian dengan jalan selalu mengingat dan meyakini bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak seorangpun akan luput darinya, karena kematian adalah konsekuensi dari hidup. Bukankah al-Qur’an dalam Surah al-Anbiya’/ 21: 34 menyatakan:
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?
1.4. Konsep Kematian Menurut Teolog Kristen
a. Yohanes Calvin Yohanes Calvin (1509-1564) lahir di Noyon, Perancis Utara, tokoh reformasi yang dikenal dengan karyanya “Institutio” (1536), sebagai bimbingan teologis bagi tafsiran dan penelaahan Alkitab. Manusia menurut Calvin harus dimengerti berdasarkan Alkitab yaitu sebagai ciptaan Allah yang paling unggul dari seluruh ciptaan lain. Kenyataan yang tak terbantahkan bahwa manusia terdiri dari jiwa dan raga. Yang dimaksud jiwa ialah suatu wujud yang abadi, tetapi yang diciptakan juga, yang merupakan bagian manusia yang paling luhur. Meskipun dalam rupa lahir seorang manusia tercermin kemuliaan Allah, namun tidak perlu diragukan bahwa gambar Allah sebenarnya terdapat di dalam jiwa.Yang dimaksud “gambar” (tselem) adalah hakekat manusia yang tidak dapat berubah, sedangkan ”rupa” (demuth) adalah sifat manusia yang dapat berubah. Yang dimaksud dengan hakekat manusia yang tidak dapat berubah ialah bahwa manusia memiliki akal, kehendak dan pribadi. Dalam perkembangannya, manusia harus menjadi “serupa” dengan Tuhan Allah. Di dalam jiwa manusia terdapat dua bagian, akal budi dan kemauan. Tugas akal budi ialah membeda-bedakan hal-hal yang ditemui, apakah harus dibenarkan atau disalahkan; dan tugas kemauan ialah memilih dan mengikuti apa yang dianggap baik oleh akal budi, menolak dan menjauhi apa yang disalahkannya. Akal budi adalah pemimpin dan pengatur jiwa, sedangkan kemauan selalu mengindahkan isyarat akal budi. Jadi Allah telah memperlengkapi jiwa manusia dengan akal budi dan kemauan sehingga manusia mempunyai kemauan bebas untuk mencapai kehidupan kekal. Dosa telah membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah sehingga gambar dan rupa Allah pada manusia menjadi rusak Setelah manusia jatuh dalam dosa, tubuh itu fana (mortal body). Tubuh adalah tabernakel bagi jiwa dan sekaligus dapat menjadi kemah Allah bagi kemuliaanNya. Jiwa berbeda dengan tubuh sebab jiwa itu tidak dapat mati atau abadi (immortal). Jiwa dan roh adalah sama yang keduanya menunjuk kepada hal batiniah pada manusia. Kematian adalah perpisahan antara jiwa dan tubuh. Pada saat kematian, jiwa dibebaskan dari kungkungan tubuh. Dengan demikian, tubuh yang fana (mortal body) identik dengan keberdosaan daging (sinful flesh). Kematian telah mengakhiri perjuangan orang percaya dalam peperangan menghadapi keinginan-keinginan daging. Ketika manusia meninggal, jiwa terpisah dari tubuh dan tubuh kembali kepada tanah/debu. Tetapi jiwa itu baka, dan setelah terpisah dari tubuh, jiwa tidak terkena hukuman dan tidak ”tidur” dalam kematian. Setelah kematian, jiwa menikmati damai surgawi (heavenly peace) sambil menunggu kebangkitan daging. Jiwa mengalami kedamaian yang lebih tinggi setelah lepas dari tubuh dan mencapai penyempurnaannya dalam kebahagiaan kebangkitan daging kelak. Jiwa orang percaya setelah keluar dari tubuh hidup terus dan merasakan ”kedamaian sementara” (provisional blessedness) di dalam Allah walaupun belum sempurna. Kesempurnaan kedamaian terjadi setelah kebangkitan daging kelak. Yang bangkit adalah tubuh dan bukan jiwa (1Kor. 15:54; Yoh 2:29). Daging yang dibangkitkan kelak tidak akan binasa dan dalam penyatuan dengan jiwa, siap menghadapi takhta pengadilan Kristus untuk menerima pahala kehidupan kekal. Walaupun manusia telah jatuh ke dalam dosa, Allah mengasihinya. Manusia berdosa diselamatkan Allah hanya karena anugerah (sola gratia) dalam Yesus Kristus sehingga manusia patut mengucap syukur dan memuliakan Allah (soli Deo gloria) atas anugerah keselamatan tersebut.
b. R. C. Sproul R.C. Sproul, seorang teolog dan pendeta Amerika berpendapat bahwa manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adalah makhluk yang dibuat dari tubuh yang bersifat materi dan jiwa yang bukan materi. Baik tubuh maupun jiwa diciptakan Allah dan merupakan aspek yang berbeda. Paham dualitas ini menggambarkan bahwa manusia merupakan satu keberadaan dengan dua unsur yang berbeda, yang disatukan oleh Allah dalam penciptaan. Keberadaan manusia ini tidak memerlukan penambahan unsur atau substansi lain (seperti roh) baik secara filosofikal maupun secara eksegetikal, untuk menjembatani ketegangan dari dua unsur yang berada dalam diri manusia. Tubuh itu diciptakan baik dan tidak memiliki warisan kejahatan secara fisik. Namun, baik tubuh maupun jiwa telah tercemar secara moral oleh dosa. Manusia adalah berdosa baik tubuh maupun jiwanya. Jiwa manusia diciptakan oleh Allah dan tidak berasal dari kekekalan. Meskipun jiwa tidak terdiri dari materi dan tidak dapat dihancurkan oleh kekuatan fisik tetapi jiwa dapat dimusnahkan oleh Allah. Jiwa tidak dapat berada tanpa kebergantungan kepada Allah, ”Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah dikatakan pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga.” (Kisah para Rasul 17:28) Pada waktu kematian, meskipun tubuh ini mati, tetapi baik jiwa orang percaya maupun orang tidak percaya tetap hidup. Orang-orang percaya menantikan pemenuhan dari penebusan mereka, sedangkan orang yang tidak percaya menunggu penghakiman Allah. Oleh karena Allah menjaga jiwa dari kematian, maka manusia memiliki kesadaran terus menerus akan keberadaan pribadinya yang melampaui kematian. Keseluruhan pribadi manusia jatuh ke dalam dosa; baik tubuh maupun jiwa adalah obyek penyelamatan Allah yang diberikan berdasarkan kasih karunia-Nya.
c. Andarias Kabanga’ Andarias Kabanga’, lahir di Rantelemo, Tana Toraja (21 Maret 1951) adalah pendeta Gereja Toraja dan Doktor teologi dari SEAGST yang mengajar sebagai dosen di STT Rantepao dan Direktur Pasca Sarjana STT Intim Makassar. Disertasinya menyoroti konsep mati seutuhnya dalam konteks Toraja dengan sudut pandang antropologi Kristen dalam kaitan dengan rumusan Pengakuan Gereja Toraja (PGT). Kabanga’ dalam bukunya Manusia mati seutuhnya berpendapat bahwa manusia yang diciptakan Allah adalah suatu totalitas, keutuhan. Berdasarkan tafsirannya atas Kej. 2:7, nisymat hayyim (daya hidup) maupun nefesy hayah (jiwa hidup) diciptakan Allah, dan bukan zat Allah yang keluar dari diriNya. Nisymat hayyim adalah kehidupan atau daya hidup yang diciptakan Allah karena belum ada yang menghidupi jasad manusia pada saat itu. Tuhan Allahlah yang menciptakan nisymat itu barulah ada daya hidup yang dihembuskan. Dengan kata lain ”nafas hidup” adalah ciptaan dan bukanlah nafas-Nya Allah. Nisymat hayyim inilah yang dihembuskan ke dalam jasad yang diambil dari tanah sehingga jasad itu menjadi nefesy hayyah (jiwa hidup). Oleh karena sumber Yahwist selalu melukiskan Allah dalam karyaNya itu secara antropomorfis, maka dipakailah kata yippah (menghembuskan), sehingga banyak orang sering memahami nisymat sebagai nafasNya Allah. Akibatnya terjadi kesalahpahaman bahwa jiwa manusia dipahami sebagai ”jiwaNya” Allah, yang berarti zat Allah/unsur ilahi ada dalam diri manusia. Tubuh dan jiwa manusia adalah ciptaan dan fana. Karenanya sewaktu meninggal, dia secara totalitas: tubuh dan jiwanya takluk kepada maut. Dimensi jiwa dan roh pada manusia mengalami kematian sama seperti tubuhnya. Bila Alkitab berbicara tentang jiwa/roh orang yang telah mati (1 Sam. 28:7, Pkh. 12:7), itu tidak berarti bahwa dimensi jiwa/roh pada manusia immortal, melainkan yang ditekankan bahwa manusia secara totalitas atau seanteronya ”tidak habis”. Manusia seanteronya, yakni refaimnya (bayangan diri manusia) tetap ada dalam anamnesis (ingatan) Allah sampai ia dibangkitkan kembali. Selama manusia itu mati, selama itu juga dimensi jiwanya dan tubuhnya tidak mempunyai kekuatan apa-apa dan tidak bereksistensi seperti kalau manusia itu masih bernafas. Karena jiwa dan tubuh manusia tidak mempunyai kekuatan apa-apa ketika ia mati, maka mendiang bagaikan orang yang tidur (Lih. Luk 8:52-53). Dengan demikian, satu-satunya yang tidak takluk kepada maut hanyalah Allah, karena Dia itu kekal (1 Tim. 6:16). Manusia mati seutuhnya dan karena itu manusia juga bangkit seutuhnya. Dikatakan bangkit seutuhnya, karena semua dimensi manusia ”dibangkitkan” dalam kuasa Allah. Allah tidak mencipta ulang untuk kebangkitan orang mati, melainkan dia jugalah yang dibangkitkan kelak. Kehidupan baka di masa datang bukanlah penciptaan baru. Yang mati itu jugalah yang akan hidup seanteronya dalam total personality yang sempurna yaitu tubuh sekaligus manusia rohani. Dengan demikian, ”aku” manusia yang mati, ”aku” itu juga yang dibangkitkan kelak.
Kematian menurut kesaksian Alkitab
Kata yang dipakai dalam Perjanjian Lama untuk kematian adalah mawet, mut (Ibrani) dan Perjanjian Baru memakai kata thanatos, nekros33 (Yunani). Antropologi Perjanjian Lama menjelaskan bahwa manusia bukan berasal dari Allah melainkan diciptakan oleh Allah (Kej. 1:27) atau dibentuk oleh Allah dari debu tanah dan diberi kehidupan setelah Allah menghembus nafas hidup ke dalam hidungnya (Kej. 2:7). Bila manusia disebut ciptaan maka didalam manusia ada unsur ketidakkekalan (mortality). Dalam Kej. 2:16-17 terdapat larangan makan buah pengetahuan yang baik dan jahat dengan akibat ”mati”, mut. Perintah Allah itu itu dilanggar manusia sehingga manusia mati dalam pengertian terpisah dengan Allah; bukan mati dalam pengertian jasmani34. Sikap ketaatan kepada Allah juga dikemukakan oleh Tuhan Yesus saat dicobai Iblis di padang gurun (Mat. 4:4). Rasul Paulus juga berbicara manusia yang mati (nekros) karena pelanggaran dan dosa (Ef 2:1, Rm 7:9).Tekanan kata nekros adalah ”mati” karena terhukum. Selain itu dalam Roma 6:23, Rasul Paulus mengatakan bahwa upah dosa adalah maut (thanatos) dan yang telah masuk melalui dosa Adam (Rm. 5:12). Akibat dosa, manusia terputus hubungannya dengan Allah35. Dalam Kej 2: 7 dikatakan bahwa Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah. Allah memasukkan nafas (neshamah) ke dalam bentuk jasmani, dan dengan cara itu manusia menjadi makhluk hidup (nefesh chayyah). Masuknya nafas Allah pada manusia bukan berarti manusia menerima jiwa atau roh ilahi (divine soul or spirit). Paham tentang roh atau jiwa yang ilahi tidak terdapat dalam Perjanjian Lama; hanya dikatakan bahwa roh (ruach) atau nafas kembali kepada Allah. (Pkh 12:7) Konsep ruach sama pengertiannya dengan pneuma dalam Perjanjian Baru.
Konsepsi nefesh (jiwa) adalah daya yang menghidupkan tubuh dan tidak dapat dibayangkan jika berada di luar tubuh. Perjanjian Lama tidak mengenal paham trikotomi, pembagian manusia ke dalam jiwa, roh dan tubuh, atau paham dikotomi, pembagian manusia ke dalam jiwa dan badan. Roh bukan sesuatu yang terpisah dari jiwa. Roh dan jiwa tidak dapat pernah dipisahkan sama seperti jiwa dan tubuh. Saat manusia mati tubuh itu memasuki proses menjadi tanah kembali (debu). Jelas, kematian membuat hidup manusia berhenti, tetapi bayang-bayang manusia masih tetap hidup, a shadow dalam Syeol40. Paham immortalitas jiwa tidak dikenal dalam Alkitab. Manusia mengalami kematian bukan karena Tuhan, tetapi karena kemauan manusia sendiri yang hendak menjadi sama seperti Allah. Dosa utama ini yang membawa kematian dalam hidup manusia. Pandangan rohani yang dalam ini berasal dari konflik antara tradisi Yahwis berhadapan dengan konsepsi dunia Timur kuno. Manusia disebut sebagai gambar Allah (image of God), karena manusia memiliki hubungan khusus dengan Allah di mana manusia dipercaya menguasai alam semesta (Kej. 2:8-25). Di sini manusia hidup dalam ”keadaan tidak berdosa” sehingga mereka tidak malu saat keduanya telanjang.
Manusia yang terdiri dari tubuh, roh dan jiwa disebut sebagai manusia seutuhnya; manusia sebagai suatu totalitas. Manusia yang utuh ini yang Allah ciptakan dan sekaligus diselamatkan Allah setelah jatuh dalam dosa. Keselamatan yang Allah berikan bukanlah keselamatan untuk jiwanya saja, tetapi keselamatan untuk tubuhnya juga. Manusia adalah suatu kesatuan dari tubuh dan jiwa. Suatu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Kalau manusia mati, ia mati seluruhnya sebagai tubuh dan jiwa. Itu yang dikatakan oleh Alkitab dan yang juga akan terjadi pada tiap-tiap manusia. Allah bersama-sama manusia dalam hidupnya dan Allah juga bersama-sama dengan manusia pada waktu manusia mati dan sesudah manusia mati. Jelas bahwa manusia mati sebagai manusia dalam totalitas dirinya. Ia mati sebagai diri yang rohani dan badani. Maka kematian badani adalah lambang yang tepat yang menjelaskan lebih mendalam bahwa maut adalah akibat dosa dan tidak terelakkan. Bila dosa mengakibatkan kematian, maka Kristus telah diutus Allah untuk menghapuskan dosa manusia sehingga di dalam Kristus manusia didamaikan dengan Allah. Dengan jalan itu, Allah memberikan kepada manusia kemungkinan baru untuk hidup sebagai partnerNya.
1.5. Kematian Menurut Hindu
Hindu mengenal konsep PurusaPradhana, Brahman-Atman, Bhuana Agung-Bhuana Alit. Pada peristiwa “kematian”, Atman diharapkan kembali kepada Brahman, dan jasad (Bhuana Alit) kembali kepada alam (Ehuana Agung). Untuk proses kembalinya Bhuana alit ke Bhuana Agung, cara yang terbaik adalah dengan membakar (kremasi). Mengapa kremasi yang terbaik? Menurut Sri Swami Sivananda, kremasi memberikan manfaat yang tertinggi bagi Roh. Bila badan tidak dibakar, sang Roh/Jiwa masih dihubungkan dengan bumi. Roh terkatung-katung mengitari badan yang sudah mati disebabkan oleh moha atau keterikatan pada badan fisik. Perjalanannya ke alam surgawi terhalang karenanya. Jika dibakar, getaran-getaran yang dihasilkan dari penguncaran mantra dan persembahan sesajian air mampu memberikan hiburan dan menyenangkan Roh yang meninggal.
Upacara sapindikarana membantu jiwa melewati Preta Loka menuju Pitri Loka. Ia lalu diakui di antara para Pitri atau leluhur. Si anak mengelilingi jasad ayahnya tiga kali sebelum api dinyalakan pada tumpukan kayu bakar dan memercikkan air sekali, penguncaran mantra, “Pergilah! Menyingkir dan berangkat dari sini.” Tulang-tulangnya dikumpulkan pada hari berikutnya dan dibuang ke dalam sungai. Mereka yang mampu akan membawanya ke Banares atau Hardwar dan membuangnya ke sungai Gangga. Menjadi kepercayaan bahwa Roh yang fana, tinggal disampaikan ke sungai Gangga yang suci maka Roh akan mencapai wilayah yang lebih tinggi dari kecemerlangan dan sinar spiritual yang akhirnya bebas. Lewat kremasi unsur-unsur penyusun jasad dikembalikan ke asalnya, unsur air kembali ke air, api kembali ke api dan seterusnya.
Timbul pertanyaan, “Apakah semua harus dibakar?” Hindu adalah agama yang fleksibel sekali, di beberapa daerah ada larangan untuk membakar mayat dengan pertimbangan yang masuk akal, itu tidak masalah. Mayat dikubur (beya tanem) juga boleh bahkan kalau tak memungkinkan untuk dikubur, ditenggelamkan di laut pun mungkin. Anjuran ngaben hanya bila memungkinkan dari aspek desa, kala, patra dan tattwa.
Seperti yang sudah diungkapkan di depan, masih begitu banyak umat kita yang tidak mengerti hakekat (tattwa), ada satu cerita yang menurut saya cukup menyentuh perasaan. Dulu di desa saya ada seorang juragan yang meninggal dunia. Karena orang kaya, tentu kerabat yang menghadiri prosesi ngabennya juga banyak dari kalangan berada. Nah, pada saat pembakaran mayatnya, orang-orang kaya itu ramai-ramai melemparkan sesuatu ke dalam kobaran api. Apa yang dilemparkan? Ternyata uang dan perhiasan yang cukup banyak, kalau dikumpulkan mungkin mencapai jutaan rupiah. Sambil melemparkan uang, seseorang ada yang berkata, “Bli Made, tiang sing side ngemaang Bli ape-ape, tuah ene ade pipis abedik, pang ada anggon Beli bekel dikedituan, selamat jalan Bli...” Artinya kurang lebih begini, “Kak Made, saya tidak bisa memberi Kakak apa-apa, hanya ini ada sedikit uang, agar ada Kakak gunakan sebagai bekal di alam sana, selamat jalan Kak...” Saya tercenung, bukan karena kematian Pak Made itu, tetapi karena menyaksikan begitu banyak orang kaya yang berbuat sia-sia. Tidakkah uang itu lebih baik diberikan kepada keluarganya yang masih hidup atau kepada tetangganya yang tinggal di gubuk-gubuk reot?
Tanpa disadari, melemparkan uang dan perhiasan ke api kremasi dapat menghalangi perjalanan Roh yang meninggal. Roh akan teringat akan kekayaannya di dunia dan merasa sayang untuk meninggalkannya, karena masih terikat dengan kekayaan maka Roh akan berputar-putar tak tentu arah (kemaya-maya/gentayangan). Nah kalau terjadi seperti itu, tidakkah kita merasa kasihan ? Seyogyanyalah kita memanjatkan doa-doa untuk keselamatan Roh, itu yang lebih bermanfaat, bukannya memberi “bekal” yang tidak-tidak yang justru membebani perjalanannya.
1.6. Konsep Kematian Menurut Budaya Batak
Secara genealogis-antropologis, suku Batak yang bermukim di bagian utara dan barat laut Pulau Sumatera terdiri dari enam suku, yaitu suku Karo, Pakpak atau Dairi, Simalungun, Toba, Angkola dan suku Mandailing. Kata Batak memiliki pengertian beragam, misalnya: ’penunggang kuda yang lincah’ atau ’kafir’ atau ’budak-budak yang bercap. Dalam salah satu mitologi Batak, manusia pertama bernama Tuan Mulana (Yang Awal) yang hidup karena hasil karya Boru Deak Parujar (putri dewa yang berada di bumi) setelah menerima perintah dari Mulajadi Na Bolon (sang Awal yang Maha Besar yang berkuasa atas segala yang ada). Atas ketetapan Mulajadi Na Bolon, maka Boru Deak Parujar menjadi manusia dan istri dari Tuan Mulana. Merekalah yang menjadi nenek moyang orang Batak. Mulajadi Na Bolon diyakini sebagai Allah dari segala ilah yang menjadikan langit dan bumi dan dan singgasananya berada di atas langit ketujuh. Di sana, Mulajadi Na Bolon dikelilingi oleh segala dewa-dewa, raja-raja dan pembesar-pembesar dunia ini8. Kematian dipercaya sebagai tempat berkumpulnya roh-roh orang yang sudah mati, yang sewaktu-waktu akan datang kembali untuk mengambil sanak keluarga, kenalan, atau orang asing, untuk dibawa ke tempat kumpulan itu. Karenanya, orang Batak berkata: ”Na dialap ompungna do i.” Artinya, ”Dia sudah diambil neneknya”. Hidup di akhirat setelah kematian adalah kelanjutan hidup di dunia ini. Saat kematian terjadi, para anggota keluarga duduk berjongkok mengelilingi jenazah dan meratapinya. Ritus ratapan (andung) dilakukan karena mereka merasa segan dan takut terhadap begu (hantu) yang telah mengambil jiwa orang yang ditangisi itu. Karena dia (almarhum) sudah jadi asing dan berada di bawah kekuasaan setan maut. Di sini pentingnya kehadiran tokoh datu (tokoh spirituil adat) untuk menjaga supaya roh orang mati tidak mengikutsertakan jiwa seorang dari orang-orang yang mengantarkannya memasuki liang lahatnya. Hubungan orang mati dan yang hidup tidak berakhir dengan kematian. Roh orang mati masih dapat mengunjungi keluarganya untuk memberi nasihat atau petunjuk. Baru setelah 5 generasi hubungan roh orang mati dan keturunannya putus.
Kematian adalah termasuk didalam perkara-perkara yang dirahasiakan Allah, namun bukan hal yang mustahil tanda-tanda kematian itu dapat dirasakan setiap hamba sebelum ajalnya tiba. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, dari Nabi SAW, Beliau bersabda: Maksud Hadist: ”Lima kunci perkara ghaib, tidak mengetahuinya melainkan Allah”.
- Tiada yang mengetahui (kepastian mutlak) apa yang tersimpan di dalam rahim (kandungan perempuan) melainkan Allah.
- Tiada yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari melainkan Allah.
- Tiada seorangpun yang mengetahui bila waktunya hujan akan turun melainkan Allah.
- Tiada seorangpun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati melainkan Allah.
- Tiada yang mengetahui bila Qiamat akan terjadi melainkan Allah . (Bukhari).
Hadist tersebut menjelaskan, bahwa tidak seorangpun yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah. Adapun tanda-tanda sesuatu yang ghaib itu terkadang dapat kita rasakan wujudnya dari perkiraan dan kajian para ilmuan,misalnya:
- Kita dapat mengetahui janin berkelamin laki atau perempuan dalam kandungan via USG.
- Kita dapat mengetahui perkiraan cuaca akan turunnya hujan maupun cuaca cerah beberapa hari sebelumnya.
Padahal sesuai hadist tersebut, semua itu adalah hal-hal yang ghaib, tapi mengapa manusia dapat mengetahuinya ? nah disini kita rasanya perlu mengkaji secara cermat dan membedakan mana hal yang ghaib mutlaq dan mana hal ghaib yang dapat kita ketahui tanda-tanda terjadinya perkara ghaib. Saya sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi dalam membahas permasalahan ini. Dan hal ini tidak perlu kita perdebatkan, tapi kita ambil dari segi positif dan manfaatnya saja, kita hormati pendapat dan pengalaman dari para ulama terdahulu yang mengupas masalah kematian. Dan dengan memahami hal tersebut membuat manusia semakin hati-hati dan selalu ingat akan kematian yang pasti datang.
Riwayat –riwayat hadist diatas mengingatkan kepada kita, sesungguhnya Allah tidak pernah berlaku zholim kepada hambanya. Tanda-tanda yang diberikan adalah untuk menjadikan manusia agar mendapat kesempatan bertobat dan bersedia memahami perjalanan menuju alam baka.
Banyak hal-hal ghaib yang kita sama sekali tidak mengetahui kecuali Allah yang maha tahu, contoh yang paling gampang: hari Qiamat itu pasti terjadi, kapan hari terjadinya? Tidak ada satu manusiapun yang dapat memastikan-nya, namun Allah memberikan tanda-tanda Qiamat kepada manusia. Begitu juga kematian seseorang tidak ada satupun yang akan mengetahui kapan takdir/ detik-detik ajal tiba, namun Allah memberikan tanda-tanda seorang yang akan mati. Hanya saja ada orang yang merasakan tanda-tanda menjelang kematian dan ada pula yang acuh akan hal itu.
Tanda seratus hari sebelum ajal tiba.
Ini adalah tanda pertama dari Allah kepada hambanya dan hanya akan disadari oleh mereka-mereka yang dikehendakinya. Walau bagaimana semua orang Islam akan mendapat tanda ini, hanya saja mereka sadar atau tidak.
Tanda ini akan berlaku kepastiannya selepas waktu Asar, yaitu :
-Seluruh tubuh dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan mengigil. Misal, seperti daging sapi yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan cermat kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lezat dan bagi mereka yang sadar tersirat di hatinya bahwa mungkin ini adalah tanda kematian, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan tanpa memikirkan soal kematian, tanda ini akan lenyap sia-sia begitu saja. Bagi yang sadar dengan kehadiran tanda ini maka ini adalah peluang terbaik untuk memanfaatkan sisa umur yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan urusan yang akan dibawa atau ditinggalkan sesudah mati.
Tanda empat puluh hari sebelum ajal tiba.
Tanda ini juga akan berlaku sesudah waktu Asar. Bagian pusar kita akan berdenyut-denyut. Pada saat itu daun yang tertulis nama kita akan gugur dari pokok yang letaknya di atas Arasy Allah. Maka malaikat Izrail pun akan mengambil daun tersebut dan mula membuat persediaannya ke atas kita diantaranya, malaikat maut/Izrail akan mulai selalu mengikuti/mengintai kita sepanjang sisa umur kita dan akan terjadi malaikat maut ini akan memperlihatkan wajahnya sekilas lalu tak nampak lagi dan bila ini terjadi, mereka yang terpilih ini akan merasakan seakan-akan bingung seketika. Adapun malaikat maut ini wujudnya cuma seorang tetapi berkuasa untuk mencabut nyawa bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan dicabutnya seijin Allah.
Tanda tujuh hari sebelum ajal tiba.
Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan musibah kesakitan di mana orang sakit yang tidak makan secara tiba-tiba dia (yang sakit) berselera untuk makan.
Tanda tiga hari sebelum ajal tiba.
Pada saat itu mereka akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita yaitu, diantara dahi kanan dan kiri. Jika tanda ini kita rasakan, maka berpuasalah kita setelah itu. supaya perut kita tidak mengandung banyak najis dan ini akan memudahkan urusan orang yang akan memandikan kita nanti. Saat juga mata hitam kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang yang sakit hidungnya akan perlahan-lahan jatuh ke depan (berubah menjadi agak sedikit mancung dan mengkerut. Telinganya akan layu dimana bagian ujungnya akan berangsur-angsur masuk ke dalam. Telapak kakinya yang terlunjur akan lemas dan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar ditegakkan.
Tanda 1 hari sebelum ajal tiba.
Akan berlaku sesudah waktu Asar di mana kita akan merasakan satu denyutan di sebelah belakang, yaitu di kawasan ubun-ubun di mana ini menandakan kita tidak akan sempat untuk menemui waktu asar keesokan harinya. Akan berlaku keadaan di mana kita akan merasakan satu keadaan sejuk di bagian pusar hingga ke tulang sulbi dan rasa itu akan turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke bagian hulkum (tenggorokan). Detik-detik itu hendaklah kita terus mengucap kalimat syahadah dan berdiam diri dan menantikan kedatangan izrail/ malaikat maut untuk menjemput kita kembali kepada Allah yang telah menghidupkan kita dan sekarang akan mematikan pula.
Catatan: bahwa keterangan diatas adalah tanda-tanda kematian saja, bukan kepastian, adapun ajal, hanya Allah yang maha tau. itupun tidak semua manusia sadar dengan tanda-tanda kematian tersebut.
Riwayat dari Abu Bakar ra, tentang roh. Abu Bakar RA, telah ditanya tentang kemana roh pergi setelah ia keluar dari jasad. Maka berkata Abu Bakar RA: ”Roh itu menuju ketujuh tempat :
1. roh para nabi dan utusan menuju ke surga Adnin.
2. roh para ulama menuju ke surga firdaus.
3. roh mereka yang berbahagia menuju ke surga illiyyin.
4. roh para syuhada berterbangan seperti burung di surga mengikut kehendak mereka.
5. roh para mukmin yang berdosa akan terkantung katung di udara tidak di bumi dan tidak di
langit sampai hari qiamat.
6. roh anak-anak orang yang beriman akan berada di gunung dari minyak misik.
7. roh orang-orang kafir akan berada dalam neraka sijjin, mereka kelak disiksa berserta jasad
barunya hingga sampai hari qiamat.”
Telah bersabda rasululloh SAW:
Tiga kelompok manusia yang akan disalami tangannya oleh para malaikat pada hari mereka keluar dari kuburnya:
- Orang-orang yang mati syahid.
- Orang-orang yang mengerjakan solat malam bulan ramadhan.
- Orang berpuasa di hari arafah.
Kita tidak akan dapat lolos dari ajal, malaikat izrail yang mempunyai tugas mencabut nyawa manusia yang selalu menghadang kita. Apa bekal kita untuk dibawa mati? tentunya iman dan amal-amal baik yang akan menyelamatkan kita dari kobaran api neraka.
Sang pencabut nyawa (izrail) akan mendatangi setiap orang guna melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan Allah, siapa saja, kapan saja, dimana saja, pasti ajal akan menjemput kita setelah merasakan dahsatnya sakaratul maut. Sementara kita semua sedang menunggu kedatangan malaikat izrail yang bertugas memisahkan ruh dari jasad manusia. Bagaimanapun juga kita mengharap proses pencabutan nyawa berjalan dengan cepat tanpa penderitaan, namun harapan kita, InsyaAllah akan terkabul apabila kita termasuk orang-orang yang mendapat rahmatNya.
Setelah badan terbujur kaku, penyesalan tidak akan berarti, apakah mereka akan menjadi orang orang yang beruntung ataukah menjadi orang-orang yang merugi? Tergantung tingkah laku manusia yang mereka perbuat selama di dunia, tiada yang lain, kecuali iman dan amal baik yang akan menjadi bekal mati.
Sakaratul maut adalah detik-detik kematian, beruntunglah bagi hamba-hamba yang taat selama di dunia dan sebaliknya (sakaratul maut) akan menjadi malapetaka besar bagi orang-orang yang belum bertaubat dan berlumuran dosa. Menurut buku bimbingan mencapai tingkat mukmin, di paparkan ada beberapa hadis rasullullah SAW yang menjelaskan keutamaan mengingat kematian:
- Mengingat kematian dapat melebur dosa dan berzuhud
“perbanyaklah mengingat ematian, sebab yang demikian itu akan menghapuskan dosa dan menyebabkan kezuhudan di dunia (diriwayatkan oleh ibnu Abiddunya).
(Zuhud: mengsongkan diri dari kesenangan dunia unuk beribadah)
- Kematian sebagai penasehat pada diri sendiri:
Cukuplah kematian itu sebagai penasihat (Thabrani dan bhaihaqi)
- Orang yang tercerdik adalah orang yang terbanyak mengingat pada kematian
“secerdik-cerdik manusia adalah yang terbanyak ingatannya kepada kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian itu. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdik dan mereka akan pergi ke alam baka dengan membawa kemuliaan dunia serta kemuliaan akhirat“ (diriwayatakan oleh ibnu Majah dan ibnu Abiddunya)
- Firman Allah dalam surat Jumuah ayat delapan: “katakanlah bahwa sesungguhnya kematian yang kamu semua lari daripadanya itu, pasti akan menemui kamu, kemudian kamu semua akan dikembalikan ke Dzat yang maha mengetahui segala yang ghaib serta yang nyata. Selanjutnya Dia akan memberitahukan padamu semua apa-apa yang kamu lakukan”
- “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang bila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Munafiqun:10-11)
Bagaimanakah jalan yang sebaik-baiknya untuk mengingat aka kematian? Jalan yang sebaik-baiknya adalah dengan memperbanyak kenang-kenangan kepada kawan-kawan atau teman-teman sepergaulan yang telahebih dahulu meninggalkan kita. Ingat mereka sejenak, bagaiman kematian mereka itu dan bagaimana akhirnya tempat berdiam diri di bawah tanah. Ingat pula sejenak rupa-rupa mereka itu, juga kedudukan dan jabatan mereka di kalangan masyarakat. Kenangkanlah pula bagaimana keadaannya sekarang. Tentunya kebagusan rupa dan kedudukan itu semua telah dilenyapkan oleh tanah yang menutupinya, nagian-bagian tubuhnya bercerai berai satu sama lainnya dalam kubur mereka. Mesjid dan majelispun berkurang karena ditinggalkan mereka itu, bahkan bekas-bekas apapun dari mereka sudah tidak terdapat lagi. Selanjutnya hendaklah diresapkan dalam hatinya, bahwa ia tidak berbeda sama sekali dengan kawan-kawannya yang telah lebih dahulu pulang ke rahmatullah itu. Apa yang akan dialami oleh dirinya sendiri sama dan tepat sebagimana yang dialami teman-temannya.
Dengan pemikiran seperti itu secara terus menerus, terutama sekali pada saat memasuki kubur atau sedang menjenguk orang sakit, pasti sedikit banyak memperbaharui ingatannya pada kematian yang akan ditemuinya. Oleh karena itu maka berhasratlah ia untuk membuat segala persiapan guna menyambut kedatangannya, malahan mungkin sekali menjauhkan dirinya lebih dulu. Apa yang dicintainya itu pasti tidak kekal berada di sisinya (bimbingan mencapai tingkat mukmin, 1999).
2.1 Kematian Khusnul Khotimah
2.1.2 Tanda -Tanda Khusnul Khotimah
Setiap hamba Allah yang berjalan diatas manhajnya yang lurus yang berusaha meneladani kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya ajma’in tentu sangat mengharapkan akhir kesudahan yang baik. Allah telah menetapkan tanda-tandanya dintara tanda-tanda khusnul khatimah yaitu:
1. Mengucapkan Kalimah Syahadat ketika Wafat
Ada beberapa hadist rasulullah dengan beberapa periwayat tentang hal ini,
· Rasulullah bersabda :”barangsiapa yang pada akhir kalimatnya mengucapkan “La ilaaha illallah” maka ia dimasukkan kedalam surga” (HR. Hakim)
· Seorang hamba yang mengucapkan kalimah La ilaha illallah, lalu ia meninggal dunia dengan kalimat tersebut maka dia akan masuk surga (HR Bukhari dan Muslim)
· Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan muhammad SAW adalah hamba Allah dan utusanNya, Allah SWT akan mengharamkan neraka atas dirinya. (HR. Muslim dan Ubadah RA)
Kisah khusnul khotimah dapat kita lihat dari wafatnya khalifah Umar bin Abdul aziz RA. Orang-orang dekat khalifah berkata, ‘saat sakitnya, ia berada di kediaman Sama’an di desa himsha. Ia menetap disana selama 20 hari. Menjelang wafat ia berkata, ‘tolong bantu aku duduk”
Setelah duduk, ia berkata, ‘wahai tuhanku, aku adalah hamba yang telah menerima perintahMu tapi ternyata aku sering tidak melaksanakannya. Engkau telah menentukan larangan padaku, tetapi ternyata aku sering melanggarnya. Akan tetapi sungguh aku bersaksi tiada tuhan selain engkau. Setelah itu, ia mengangkat kepalanya dan memandang sangat tajam. Orang yang di dekatnya bertanya,” pandanganmu sangat tajam wahai amirul mukminin.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa saat itu ia berkata kepada keluarganya, “keluarlah kalian dari bilikku ini.” Mereka pun keluar dan Maslamah bi Abdul malik tetap menunggu di pintu bersama saudarinya (fatimah). Keduanya mendengar khalifah berkata dari dalam kamarnya, ”selamat datang wahai pemilik wajah yang samas ekali bukan wajah manusia dan jin,” lalu ia membaca firman Allah SWT: “ negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingi menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.’ (QS. Al-Qashash: 83).
Ia pun mengulangi hingga beberapa kali. Kemudian suasana menjadi hening. Semua keluarganya masuk ke dalam kamar dan mendapati tubuh khalifah telah kaku dengan mata terpejam dan menghadap kiblat.
2. Ketika Wafat Dahinya Berkeringat
Berkenaan dengan keringat yang membasahi dahi seorang mukmin saat wafat, imam Al-Qurthubi mengatakan, sesungguhnya seorang mukmin yang masih tersisa pada dirinya kesalahan-kesalahan yang masih tersisa pada dirinya kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya, akan dimunculkan ketika ia akan mati. Hal itu akan ditampakkan dari dahinya.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa makna kalimat ditampakkan dari dahinya berkeringat yakni keringat tersebut disebabkan oleh rasa malu terhadap Allah SWT akibat pengakuannya atas segala kesalahan yang di perbuat. Rasa malu tersebut ada pada kedua mata. Keringat akan muncul dari mereka yang mendapatkan rahmat. Sebab, tidak ada seorang, wali, sahabat atau orang baik yang tidak merasa malu pada Allah SWT. Dengan begitu, dia akan mendapat kabar gembira dan kemuliaan dariNya.
Muhammmad Bin Abi Hatim berkata,” Aku mendengar dari Abu Manshur Ghalib bin Jibril bahwa ia pernah bertemu dengan Abu Abdillah Al-Bukhari. Beliau berkata,” Dia (Abu Abdillah Al-Bukhari) bermalam ditempat kami selama beberapa hari. Kemudian, ia jatuh sakit dan sakitnya cukup parah. Sampai-sampai, ia harus mengutus seorang kurir ke kota samarkand untuk membawa muhammad kepadanya.
Ketika Muhammad datang, Abu Abdillah Al-Bukhari segera memakai kedua sepatu dan sorban kepalanya, namun baru sekitar dua puluh langkah ia berjalan denngan dipapah olehku dan seorang laki-laki pemilik kuda, kami berdua mendengarnya berkata,” tolong lepaskan aku. Aku merasa sudah sangat tidak berdaya.” Lalu, ia membaca beberap do’a, kemudian berbaring. Pada saat itulah nyawanya diambil oleh Allah yang maha kuasa. Dari tubuhnya keluar keringat yang banyak. Keringat yang keluar dari tubuhnya tidak kunjung berhenti, meskipun kami telah mengelap dengan baju yang dipakainya. Sebelum meninggal, ia pernah berwasiat keada kami agar mengafaninya dengan tiga lapis kain putih ( bukan yang berbentuk baju) dan tanpa memakai ikat kepala. Kemudian, kami pun melaksanakan wasiatnya tersebut. ( Muhammad Fakhrurrozi, 2010).
Ini berdasarkan hadits dari Buraidah Ibnul Khasib adalah Buraidah dahulu ketika di Khurasan, menjenguk saudaranya yang tengah sakit, namun didapatinya ia telah wafat, dan terlihat pada jidatnya berkeringat, kemudian ia berkata,”Allahu Akbar, sungguh aku telah mendengar Rasulullah bersabda: Matinya seorang mukmin adalah dengan berkeringat dahinya” (HR. Ahmad, AN-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu MAjah, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan ath-Thayalusi dari Abdullah bin Mas’ud)
3. Wafat pada Malam Jum’at
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah “Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari jum’at atau pada malam jum’at kecuali pastilah Allah menghindarkannya dari siksa kubur” (HR. Ahmad)
4. Mati syahid dalam medan perang
Mengenai hal ini Allah berfirman:
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup disisi TuhanNya dengan mendapat rezeki, mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahal orang-orang yang beriman” (Ali Imran:169-171).
Diantara sahabat rasulullah yang beruntung bernama Hanzhalah bin Abu Amr Al- Anshari RA. Beliau syahid dan dimandikan langsung oleh malaikat. Peristiwa mulia tersebut terjadi dalam perang uhud. Saat itu, Hanzhalah RA sedang bertarung denganAbu Sufyan bin harb. Ketika Hanzhalah sudah berhasil mengalahkan Abu Sufyan, datang Syidad Bin Al-Aswad membantu Abu Sufyan, kemudian, ia dapat membunuh Hanzhalah RA.
Mengetahui hal itu, rasulullah SAW, bersabda, sesungguhnya sahabat kalian ini sedang dimandikan malaikat “ mendengar sabda tersebu, para sahabat yang lain penasaran dan menanyakan kepada rasulullah SAW perihal kejadian sebelumnya. Lalu istri Hanzhalah RA menjawab,” tatkala ia keluar memenuhi seruan jihad, ia sedang berada dalam keadaan junub (berhadast besar setelah berhubugan suami istri) dan belum sempat mandi wajib.” Lalu rasulullah SAW bersabda,” karena itulah ia dimandikan malaikat.” Subhanallah.
Adapun hadits-hadits Rasulullah SAW yang berkenaan dengan masalah ini sangat banyak dijumpai diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah bersabda: “Bagi orang yang mati syahid ada 6 keistimewaan yaitu: diampuni dosanya sejak mulai pertama darahnya mengucur, melihat tempatnya di dalam surga, dilindungi dari adzab kubur, dan terjamin keamanannya dari malapetaka besar, merasakan kemanisan iman, dikawinkan dengan bidadari, dan diperkenankan memeberikan syafa’at bagi 70 orang kerabatnya” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
2. Seorang sahabat Rasulullah berkata: “Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata: Wahai Rasulullah mengapa orang mukmin mengalami fitnah dikuburan mereka kecuali yang mati syahid? beliau menjawab: Cukuplah ia menghadapi gemerlapnya pedang diatas kepalanya sebagai fitnah” (HR. an-Nasai)
catatan: Dapatlah memperoleh mati syahid asalkan permintaannya benar-benar muncul dari lubuk hati dan penuh dengan keikhlasan, kendatipun ia tidak mendapatkan kesempatan mati syahid dalam peperangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: “Barang siapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan menyampaikannya derajat para syuhada sekalipun ia mati diatas ranjangnya”(HR. Imam Muslim dan al-Baihaqi).
5. Mati dalam Peperangan Fisabilillah
Ada dua hadist Rasulullah SAW:
1. Rasulullah bersabda:”Apa yang kalian katagorikan sebagai orang yang mati syahid diantara kalian? mereka menjawab :Wahai Rasulullah yang kami anggap sebagai orang yang mati syahid adalah siapa saja yang mati terbunuh dijalan Allah. Beliau bersabda: Kalau begitu umatku yang mati syahid sangatlah sedikit. Para sahabat kembali bertanya: Kalau begitu siapa sajakah dari mereka yang mati syahid wahai Rasulullah? beliau menjawab: Barangsiapa yang terbunuh dijalan Allah, yang mati sedang berjuang dijalan Allah, dan yang mati karena penyakit kolera, yang mati karena penyakit perut (yakni disebabkan penyakit yang menyerang perut seperti busung lapar, diare atau sejenisnya) maka dialah syahid dan orang-orang yang mati tenggelam dialah syahid “(HR. Muslim, Ahmad, dan al-Baihaqi).
2. Rasulullah bersabda: Siapa saja yang keluar dijalan Allah lalu mati atau terbunuh maka ia adalah mati syahid, atau yang dibanting oleh kuda atau untanya lalu mati atau digigit binatang beracun atau mati diatas ranjangnya dengan kematian apapun yang dikehendaki Allah, maka ia pun syahid dan baginya surga” (HR. Abu Daud,al-Hakim, dan al-Baihaqi).
6. Mati Disebabkan Penyakit Kolera
Tentang ini banyak hadits Rasulullah meriwayatkannya diantaranya sebagai berikut:
1. Dari Hafshah binti Sirin bahwa Anas bin MAlik berkata:”Bagaimana Yahya bin Umrah mati? Aku jawab: “Karena terserang penyakit kolera” ia berkata: Rasulullah telah bersabda: penyakit kolera adalah penyebab mati syahid bagi setiap muslim” (HR. Bukhari, Ath-Thayalusi dan Ahmad).
2. Aisyah bertanya kepada Rasulullah tentang penyakit kolera. Lalu beliau menjawab; ”Adalah dahulunya penyakit kolera merupakan adzab yang Allah timpakan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kemudian Dia jadikan sebagai rahmat bagi kaum mukmin. Maka tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah kolera lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah tetapkan baginya pahala orang yang mati syahid” (HR. Bukhari, al-Baihaqi dan Ahmad).
7. Mati karena tenggelam.
8. Mati karena tertimpa reruntuhan/tanah longsor.
Dalil dari 2 point diatas adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Para syuhada itu ada lima; orang yang mati karena wabah kolera, karena sakit perut, tenggelam, tertimpa reruntuhan bangunan, dan syahid berperang dijalan Allah” (HR.Imam Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan Ahmad).
9. Perempuan yang meninggal karena melahirkan.
Ini berdasarkan hadits yang diberitakan dari Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menjenguk Abdullah bin Rawahah yang tidak bisa beranjak dari pembaringannya, kemudian beliau bertanya :
10. “Tahukah kalian siapa syuhada dari ummatku? orang-orang yang ada menjawab: Muslim yang mati terbunuh ” beliau bersabda: Kalau hanya itu para syuhada dari ummatku hanya sedikit. Muslim yang mati terbunuh adalah syahid, dan mati karena penyakit kolera adalah syahid, begitu pula perempuan yang mati karena bersalin adalah syahid (anaknya yang akan menariknya dengan tali pusarnya kesurga)” (HR. Ahmad, Darimi, dan ath-Thayalusi) menurut Imam Ahmad ada periwayatan seperti itu melalui jalur sanad lain dalam Musnad-nya.
11. Mati terbakar.
12. Mati karena penyakit busung perut.
Tentang kedua hal ini banyak sekali riwayat, dan yang paling masyhur adalah dari Jabir bin Atik secara marfu’:
“Para syuhada ada 7: mati terbunuh dijalan Allah, karena penyakit kolera adalah syahid, mati tenggelam adalah syahid, karena busung lapar adalah syahid, karena penyakit perut keracunan adalah syahid, karena terbakar adalah syahid, dan yang mati karena tertimpa reruntuhan (bangunan atau tanah longsor) adalah syahid, serta wanita yang mati pada saat mengandung adalah syahid” (HR. Imam Malik, Abu Daud, An-Nasa’i, Ibnu MAjah dan Ahmad).
13. Mati karena penyakit Tubercolosis (TBC).
Ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
“Mati dijalan Allah adalah syahid, dan perempuan yang mati ketika tengah melahirkan adalah syahid, mati karena terbakar adalah syahid, mati karena tenggelam adalah syahid, mati karena penyakit TBC adalah syahid, dan mati karena penyakit perut adalah syahid”(HR.Thabrani).
14. Mati karena mempertahankan harta dari perampok.
Dalam hal ini banyak sekali haditsnya, diantaranya sebagai berikut:
1. “Barangsiapa yang mati karena mempertahankan hartanya (dalam riwayat lain; Barang siapa menuntut hartanya yang dirampas lalu ia terbunuh) adalah syahid” (HR. Bukhari, Muslim, Abu DAud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
2. Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Nabi seraya berkata: “Ya, Rasulullah, beritahukanlah kepadaku bagaimana bila ada seseorang yang datang dan akan merampas hartaku” beliau menjawab: ‘jangan engkau berikan’ Ia bertanya; bagaimana kalau ia membunuhku? beliau menjawab; Engkau mati syahid. Orang itu bertanya kembali, Bagaimana kalau aku yang membunuhnya? beliau menjawab; ia masuk neraka” (HR. Imam Muslim, an-Nasa’i dan Ahmad).
3. Mukhariq berkata, seorang laki-laki datang kepada Nabi dan berkata : “ada seorang laki-laki hendak merampas hartaku, beliau bersabda: Ingatkan dia akan Allah. Orang itu bertanya: bila tetap saja tak mau berdzikir? beliau menjawab: Mintalah tolong orang disekitarmu dalam mengatasinya. Orang itu bertanya lagi : Bila tidak saya dapati disekitarku seorangpun? Beliau menjawab: Serahkan dan minta tolonglah kepada penguasa.Ia bertanya: Bila penguasa itu jauh tempatnya dariku? beliau bersabda: berkelahilah dalam membela hartamu hingga kau mati dan menjadi syahid atau mencegah hartamu dirampas” (HR. An-Nasa’i, dan Ahmad).
15. Mati dalam membela agama dan jiwa.
Dalam hal ini ada dua riwayat hadits sebagai berikut:
1."Barang siapa mati terbunuh dalam membela hartanya maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati dalam membela keluarganya maka ia mati syahid, dan barang siapa yang mati dalam rangka membela agama (keyakinannya) maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati mempertahankan darah (jiwanya) maka ia syahid”(HR. Abu Daud, an-Nasa’i, at-tirmidzi, dan Ahmad).
2. “Barangsiapa mati dalam rangka menuntut haknya maka ia mati syahid” (HR. An-Nasa’i).
16. Mati dalam berjaga-jaga (waspada) dijalan Allah.
Dalam hal ini ada dua hadits dari Rasulullah SAW :
1. ”Berjaga-jaga (waspada) dijalan Allah sehari semalam adalah lebih baik daripada berpuasa selama sebulan dengan mendirikan (shalat) pada malam harinya. Apabila ia mati, maka mengalirkan pahala amalannya yang dahulu dilakukannya dan juga rezekinya serta aman dari siksa kubur(fitnah kubur)” (HR. Imam Muslim, an-Nasa’i, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad).
2. “Setiap orang yang meninggal akan disudahi amalannya kecuali orang yang mati dalam berjaga-jaga dijalan Alllah, maka amalannya dikembangkan hingga tiba hari kiamat nanti serta terjaga dari fitnah kubur” (HR. ABu Daud, Tirmidzi, Hakim, dan Ahmad).
17. Orang yang meninggal pada saat mengerjakan amal shaleh.
Ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa mengucapkan ‘laa ilaaha illallah’ dengan berharap akan keridhaan Allah, dan diakhir hidupnya mengucapkannya, maka ia akan masuk surga dan, barangsiapa yang berpuasa sehari mengharap keridhaan Allah kemudian mengakhiri hidupnya dengannya (puasa), maka ia masuk surga. Dan barangsiapa bersedekah mencari ridha Allah dan menyudahinya dengan (sedekah) maka ia akan masuk surga” (HR. Ahmad).
18. Wafat saat wudhu.
Wafat ketika sedang berwudhu, terjadi pada seorang ulama besar, Imam Ahmad bin Hanbal RA. Kisah kematiannya, diceritakan oleh ibnu katsir RA yang bernama shalih menceritakan, “ia mulai sakit pada awal bulan rabi’ul Awal 241 H. Aku menjenguknya pada hari rabu, 2 rabiul awal 241H. Pada saat itu, tubuhnya mengalami panas yang tinggi dan nampak sangat lemah. Lalu aku berkata kepadanya, wahai ayahku, bagaimana kau sambut pagimu ini? Ia menjawab, hanya minum air.’ Lalu shalih menyampaikan kepadanya tentang banyaknya tamu yang berdatangan, baik itu dari kalangan orang terpandang atau biasa. Mereka berdesak desakan ingin melihat kondisinya.
Menurut ibnu katsir, imam ahmad memiliki beberapa lahan yang menjadi sumber penghidupannya. Lalu, ia memerintahkan sanaknya (abdullah) untuk menagih kepada mereka yang menempati lahan itu dan membayar kifarat ( denda pelanggaran) sumpahnya. Kemudian abdullah mengambil sedikit dari upah, lalu membeli kurma yang digunakan untuk membayar kifarat sumpah ayahnya. Ia melebihkan untuk itu sebanyak 3000 dirham. Setelah itu, imam Ahmad RA menulis wasiatnya dengan diawali kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah yang maha esa, tiada sekutu bagi-Nya dn bahwasanya muhammad hamba dan utusannya. Selanjutnya, imama Ahmad bin Hanbal RA mewasiatkan kepada keluarga dan kerabatnya untuk senantiasa menyembah Allah SWT, dan memberikan nasihat kepada kaum muslimin. Kemudian ia mewasiatkan uang sebanyak lima puluh ribu dinar kepada abdullah bin muhammad (Bawran). Setelah hal itu sudah terpenuhi untuknya, ia memberikan sebanyak sepuluh dirham kepada anak- anak saleh, baik lak-laki maupun perempuan. Kemudian, ia memanggil anak-anak yang menjadi ahli warisnya. Lima belas hari kemudian sakitnya semakin parah, ia memperoleh seorang bayi yang diberi nama Sa’id. Ia juga memiliki seorang putra yang bernama muhammad. Namun, ketika ia sakit, muhammad sedang bepergian. Karenanya ketika akan wafat, ia memanggil anaknya tersebut. Ia berkata, apa yang telah kuperbuat bagi anak-anakkku karena usiaku yang sudah tua? Lalu, dikatakan kepadanya, mereka adalah anak-anak yang akan senantiasa mendoakanmu ketika engkau telah tiada kelak. Kemudian ia berkata, mudah-mudahan hal itu yang terjadi. Ia pun mengucapkan hamdallah (alhamdulillahirabbil alamin.)
Imam ahmad wafat pada malam jumat 12 rabiulawal 241 H. Pada malam itu ia mengeluh kesakitan.
Wangi.
Bau wangi ketika seorang muslim meninggal dunia dengan khusnul khotimah, telah terbukti dari berbagai kisah wafatnya para ulama dan orang-orang saleh. Diantaranya kisah wafatnya Abu Abdillah Al-Bukhari. Setelah jenazahnya dikuburkan tiba-tiba dari tanah kuburnya mengeluarkan aroma yang sangat wangi akibat ditiup angin. Bahkan, hal itu berlangsung beberapa hari. Kemudian dari ketinggian langit terlihat sebuah awan panjang yang namapak bertnger tepat di atas kuburnya, seolah awan tersebut memayungi makamnya. Aroma wangi yang keluar dari makam tersebut menjadi perbincangan masyarakat sekelilingnya. Kisah tersebut didasarkan pada kisah Muhammad bin Abi Hatim Al-Waraq. Ia berkata, “aku telah mendengar Ghalib bin Jibril menyebutkan kisah kematian Imam Bukhari. Lalu ia berkata,” Ketika kami membungkusnya dengan kain kafan, lalu menyalatinya dan meletakkannya di liang lahat, bau misik (minyak wangi) langsung menyebar dari lubang kuburnya. Kejadian itu berlangsung beberapa hari sehingga banyak orang berdatangan ke kubur terebut untuk mengambil tanah kuburnya karenanya kami terpaksa memagar kuburnya.
Selain itu, bau wangi juga tercium dari jasad Sa’ad bin Mu’adz. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri RA. Dia berkata,” aku termasuk orang yang menggali kubur sa’ad bi Mu’adz RA di Baqi’. Sungguh, bau misik sangat semerbak ketika kami menggali kubur untuknya sampai ke dalam. Disamping itu, diriwayatkan juga dari Miskin Bin Bakir bahwa sesunguhnya Warid Al-Ajali ketika meninggal dunia dan dibawa ke kubur, lalu kereka menurunkan ke lubang kuburnya, ternyata lubang kubur tersebut di tumbuhi tumbuh-tumbuhan yang wangi. Kemudian sebagian mereka mengambil tumbuhan tersebut dan orang-oarang menyaksikan hal tersebut. Namun ketika Amir hendak mengambil tumbuhan tersebut dan membuangnya demi menghindarkan fitnah, ternyata tumbuhan tersebut tidak ada dan menghilang.
Diriwayatkan juga dari Muhammad bin Mukhalid Ad- Duru Al-Hafidz, ia berkata,” Ibuku telah meninggal dunia, kemudian aku turun ke lubang kuburnya. Tiba-tiba, terbuka di depanku sebuah kubur di dekat ibuku. Ternyata, dia adalah seorang laki-laki yang terbungkus denan kain kafan baru, dan di atas dadanya ada pohon bunga yang segar. Ketika aku mengambilnya ternyata dia lebih harum dari minyak misik (minyak wangi) yang tercium oleh semua orang yang bersamaku. Kemudian, aku mengembalikannya di tempatnya semula dan menutup kembali lubang kubur tersebut. Itulah beberapa riwayat yang membuktikan bahwa wafatnya orang-orang saleh biasanya menyebarkan bau harum dan wangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar